Kamis, 07 Juli 2022 - 21:32 WIB
Kajati Jawa Timur Mia Amiati.(foto: jpnn.com)
Artikel.news, Jombang - Anak seorang kiai tersohor di Jombang yang Mochamad Subchi Azal Tsani alias MSAT menjadi buronan kasus pencabulan sejumlah santri di pondok pesantren yang dikelolanya.
Sang ayah Muhammad Mukhtar Mukthi menyebut dugaan pencabulan yang dilakukan oleh anaknya itu adalah sebuah fitnah.
Menanggapi pernyataan itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Mia Amiati, langsung angkat bicara.
Mia Amiati menjelaskan bahwa seseorang yang disangkakan melakukan suatu tindak pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka bisa saja merasa sebagai korban fitnah dari pelapor atau korban.
Namun, proses hukum tetap harus berjalan apalagi bukti-bukti sudah mencukupi seseorang menjadi tersangka, seperti yang dialami MSAT saat ini.
"Tudingan balik mengenai perbuatan fitnah tersebut tidak dapat terpisah dari proses hukum," kata Mia tertulis, yang dilansir dari jpnn.com, Kamis (7/7/2022).
Sebuah tuduhan, kata dia, dapat dianggap fitnah diatur dalam Pasal 310, 311, dan 318 KUHP sehingga apakah tersangka merupakan korban fitnah atau tidak atau pelapor melakukan tindak pidana fitnah atau tidak maka proses hukum yang bisa membuktikannya.
"Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan," jelas Mia.
Oleh karena itu, sebelum masuk pada tahap pembuktian di persidangan, ada tahapan proses yang harus dilalui.
Salah satunya adalah penyerahan tersangka dan alat-alat bukti dari penyidik kepada penuntut umum.
Akan tetapi, proses itu menjadi terhambat karena MSAT selalu mangkir dari panggilan penyidik. Bahkan, dia kabur dalam proses penangkapan hingga para pengikutnya ikut menghalang-halangi aparat kepolisian.
Mia pun menilai tindakan MSAT sebagai bagian dari perlawanan terhadap hukum dengan menggunakan opini publik untuk memengaruhi proses penegakannya.
Opini tersebut dibangun oleh anak kiai di Jombang beserta keluarga dan pengikutnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah melakukan tindak pidana yang disangkakan melainkan korban fitnah.
Tujuannya menggiring opini di masyarakat sehingga ketika terjadi proses penangkapan sebagai salah satu upaya paksa penegakan hukum mereka percaya atas opini tersebut dan melakukan perlindungan.
"Yang dicitrakan oleh mereka telah bertindak sewenang-wenang karena menindak orang yang salah dan justru merupakan korban fitnah yang dilancarkan oleh pelapor ataupun korban tindak pidana," terangnya.
Mia mempertanyakan bagaimana bisa membuktikan bahwa MSAT sebagai korban fitnah jika yang bersangkutan tak pernah bersedia mengikuti proses hukum untuk membuktikan tuduhannya tersebut. Semua orang mempunyai kedudukan sama di hadapan hukum.
"Warga negara saat berhadapan dengan hukum tidak ada yang berada di atas hukum. ‘no man above the law’. Artinya, tidak ada keistimewaan yang diberikan oleh hukum pada subjek hukum," tandas Mia.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |