Rabu, 20 April 2022 - 22:50 WIB
Komisi B DPRD Kota Makassar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait dengan kenaikan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) kepada para investor di Kawasan Industri (PT KIMA) Makassar.
Artikel.news, Makassar - Komisi B DPRD Kota Makassar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait dengan kenaikan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) kepada para investor di Kawasan Industri (PT KIMA) Makassar.
Ketua Komisi B DPRD Kota Makassar, Eric Horas mengatakan, hari ini komisi B ingin mendengar langsung dari pihak Paguyuban dengan PT Kima untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.
"Tentu kami ingin mendengar dari paguyuban dan PT KIMA jangan sampai ada kata dikandang paksa. Makanya saya bilang jangan ada paksaan. Inilah saatnya duduk bersama dengan kepala dingin. Kami di DPRD cuman melakukan mediasi. Memediasi agar menemui mufakat bersama agar tidak merugikan satu sama lain," ujarnya, Rabu (20/4/2022).
Keputusan akhir pada RDP ini, kata Eric mesti dilihat dari sisi dampak sosial yang akan terjadi, jika para pelaku usaha tidak mampu membayar maka berdampak pasa pemutusan PHK karyawan.
"ini juga mempertimbangkan dampak sosial bukan serta merta egoisme tetapi dampak sosial yang bisa berdampak pada masyarakat banyak," katanya.
Ketua Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar (PPKM), Jemmy Gautama menjelaskan, pihaknya tidak menerima terkait dengan adanya peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) secara sepihak. Menurutnya sejak awal tidak ada peraturan tersebut dalam perjanjian.
"Kami meminta DPRD untuk tolong kami ini dilindingi. Tolong DPRD jadi pelantara kami. Bukan hanya menyangkut pengusaha tetapi ini menyangkut dengan investasi di Kota Makassar. Jangan sampai terkesan kita membangun namun kita sendiri yang menghancurkan," ujarnya dalam RDP yang digelar Komisi B.
Saat ini, kata dia, tekanan yang dialami investor di KIMA dari pihak pengelola kian besar. Selain intimidasi, pihak investor juga keberatan dengan rencana audit keuangan internal perusahaan kalau menyatakan tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI.
Sekretaris PPKM, Tumpak Sianipar mengatakan, ada dua jenis transaksi pembayaran yang dilakukan ke PT KIMA. Salah satunya transaksi jual beli dan sebagian lagi pelaku usaha di KIMA, dipaksa melakukan pembayaran biaya PPTI dengan cara cicil.
Padahal, pihaknya telah menyatakan keberatan dan tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang ditetapkan sebesar 30 persen dari NJOP karena terlalu tinggi.
Tingginya biaya PPTI membuat para pengusaha terpaksa memangkas jumlah pekerja. Otomatis merea melakukan PHK.
"Kami ini adalah pihak-pihak yang meresakan langsung. Ada transaksi jual beli dengan karakteristik bahwasanya nilai investor di atas NJOP. Dalam perjanjian jual beli. Jelas diperjanjian itu antara transaksi investor dan KIMA dan bayarnya diatas 130 persen dari NJOP," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Kima, Zainuddin Mappa membantah bahwa saat dilakukan jual beli terjadi akte jual beli. Itu tidak ada.
"Yang ada adalah pembayaran atau disebut PPTI untuk pemanfaatan tanah industri yang relatif murah pada saat itu. Harganya 1 persen dari JNOP," bantahnya.
Itu ada beberpaa ketentuan yang harus dipenuhi saat melakukan pemanfaatan industri di KIMA. Misalnya, jika sudah membeli PPTI itu harus dibangun salam jangka waktu paling lambat dua tahun.
Kalau dalam jangka dua tahun itu tidak dibangun maka kawasan berhak untuk meminta atas bangunan dan segera dibangunkan.
"Karena tujuannya, kalai tanah ini tidak dimanfaatkan industri untuk berporduksi maka negara mengatakan bahwa ini belum siap berporduksi. Silahkan memberi kesempatan untuk pengusuha lain untuk memproduksi. Ini berlaku di semua industri kita di Indonesia," paparnya.
PPTI itu adalah perjanjian penggunaan pemanfaatan tanah industri yang jangka waktunya adalah 30 tahun, setelah itu bisa diperpanjang lagi.
Ia mengatakan, kenaikan PPTI ini sudah dilakukan sejak 2014 bukan dilakukan kenaikan baru-baru ini pada 2022.
"Surat keputusan yang terakhir 2022 tetapi tarifnya sama dengan 2014. Tarifnya 30 persen dari NJOP. Dasarnya adalah berdasarkan Menteri Keuangan nomor 13 PMK 06 tahun 2012 tentang tata cara pelaksanaan sewa barang negara," jelas Zainuddin.
SK tersebut menyatakan bahwa penentuan nilai sewa seluruh aset pemerintah negara yakni 3,33% dikalikan wajar tanah tiap tahunnya.
Saat ini, kata Zainuddin selama tarif itu diterapkan pada 2014, total Pembeli atas Hak Guna Bangunan (HGB) ada sebanyak 270 orang, yang jatuh tempo ada 36, yang sudah memperpanjang 34 orang. Dua ada yang sudah mengembalikan karena mereka sudah tidak bisa melihat peluang lagi.
"Dengan ada yang bayar angsuran, ada yang bayar setengah dan ada yang bayar lunas. Tergantung dari kondisi masing-masing," tuturnya.
Laporan | : | Jannah |
Editor | : | Ruslan Amrullah |