Kamis, 11 April 2024 - 10:46 WIB
Parman Farid
Dr. Drs. Parman Parid, MM.
Wakil Dekan FH Universitas Muhammadiyah Parepare
Pilkada 2024 relatif waktunya semakin dekat dan beberapa calon yang diperbincangkan di kota tempat kelahiran BJ Habibie Presiden ke-3 RI, di antaranya H. Muhammad Zaini (HMZ), Erna Rasyid Taufan (Erat), M Rahmat Sjamsu Alam (RSA), Tasming Hamid (TSM), Faisal Andi Sapada (FAS/Songko Cellae) Taqyudin Jabbar (TQ), As’ary Abdullah, dan H. Surianto. Dari delapan calon yang siap bertarung di Pilkada tahun ini, yang sudah mendapatkan rekomendasi berdasarkan sumber berita dari partainya baru Erat, TSM, dan As’ary Abdullah.
Ada yang berpartai (Ketua Partai) tapi belum mendapatkan rekomendasi seperti RSA dan H. Surianto. Dan ada juga non partai seperti HMZ dan TQ. Serta ada juga ketua partai tapi bisa jadi tidak mendapatkan rekomendasi dari partainya.
Yang penulis akan ulas kali ini adalah Ketua Partai tapi tidak mendapatkan rekomendasi dari partainya. Ini bisa berdampak kepada konflik antara partai dan politisi (ketua partai) yang biasanya memiliki pendirian atau dukungan yang berbeda dengan partai mereka dan hal ini sering kali menarik perhatian publik dan media.
Situasi ini umumnya terjadi ketika seorang politisi memiliki pandangan, ide, atau nilai yang tidak selaras dengan kebijakan umum atau arah strategis partainya, atau mungkin karena calon yang bersangkutan dianggap tidak mampu memenangkan pertarungan karena hitung hitungan amunisi atau biasa mereka sebut cost politics, termasuk faktor lain yang lebih filosopis seperti perbedaan pandangan ideologis, perubahan arah politik partai, hingga masalah personal antara anggota dengan kepemimpinan partai. Konflik semacam ini menimbulkan sejumlah dampak dan tantangan, baik bagi politisi tersebut maupun bagi partainya.
Dampak Untuk Partai Untuk Kasus di Parepare
Uraian di atas bahwa rekomendasi yang dikeluarkan bukan untuk ketua partai itu banyak terjadi. Hanya memang kalau tidak dikelolah dengan baik akan berdampat pada terjadinya perbedaan pendapat yang signifikan dan bisa menyebabkan perpecahan internal, mengganggu kesatuan dan efektivitas partai dalam mencapai tujuan politiknya. Di sisi lain, perbedaan pendapat ini bisa mendorong partai untuk mengevaluasi kembali kebijakan dan posisinya, mungkin menyebabkan adaptasi atau perubahan yang lebih luas untuk merespons kebutuhan atau keinginan pemilih yang lebih luas. Konflik internal bisa mempengaruhi citra publik partai, terkadang negatif karena dilihat sebagai tanda ketidakstabilan atau ketidakharmonisan dan yang lebih ekstrem bahwa ketua partai tersebut akan mengambil posisi berlawanan dengan partai atau dengan kata lain ketua partai tersebut berhadapan dengan partainya yang notabene dia yang besarkan. Di samping dampak negatif terkadang juga berdampak positif, karena menunjukkan kemampuan untuk menerima keragaman pandangan, kalau ketua partai yang tidak direkomendasikan bekerja untuk calon yang direkomendasikan oleh partai.
Dampak Untuk Politisi
Politisi yang berbeda pendapat dengan partainya sering kali mengalami isolasi atau marginalisasi. Hal ini bisa berisiko kehilangan dukungan dari basis pemilih partai, yang mungkin merasa bahwa politisi tersebut tidak lagi mewakili nilai dan tujuan partai. Di sisi lain, politisi tersebut bisa mendapatkan dukungan dari kelompok pemilih yang lebih luas yang menghargai keberanian untuk mempertahankan prinsip, terutama jika mereka berhasil berkomunikasi secara efektif tentang alasan perbedaan pendapat mereka.
Kesimpulannya bahwa jika politisi berani berbeda dengan partainya, maka konflik antara politisi dan partainya dapat menimbulkan tantangan dalam hal manajemen konflik, komunikasi internal, dan strategi elektoral. Namun, ini juga memberikan peluang untuk pertumbuhan dan adaptasi, baik bagi individu maupun partai, dalam merespons dinamika politik yang terus berubah.
Kuncinya adalah bahwa bagaimana konflik ini bisa dikelola, dengan mencari keseimbangan antara kesatuan dan keragaman, serta antara prinsip dan pragmatisme. Bahwa di banyak demokrasi, perdebatan dan perbedaan pendapat dianggap sebagai bagian penting dari proses politik. Kemampuan untuk menavigasi perbedaan ini dengan cara yang konstruktif dan menghormati bisa menjadi aset berharga bagi politisi dan partai mereka dalam jangka panjang.
Laporan | : | Parman Farid |
Editor | : | Ruslan Amrullah |