Selasa, 09 April 2024 - 19:32 WIB
Amran, Pembina Masjid Jihadul Ambar
Oleh: Amran
Pembina Masjid Jihadul Ambar
Tak terasa Ramadhan telah membersamai kita, apa yang kita peroleh darinya, apakah pada bulan Ramadhan ini mampu merubah pikir, sikap serta tindakan menuju kesempurnaan???
Ramadhan melatih kita untuk taat [“Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali mengabdi kepada-Ku”: QS. Adz-Dzariyat 56], Ramadhan pun telah mendidik kita bahwa kunci keselamatan hidup adalah pada “menahan”, bahkan untuk hal-hal yang dibolehkan. Menahan bukan berarti menolak atau sama sekali menghentikan, tapi hakikatnya adalah memisahkan nafsu dari keinginan agar diri jauh dari sikap berlebihan. Karena dari sana-lah akan lahirnya ketenangan batin dan kekhusyukkan iman.
Ramadhan mengajak kita untuk membiasakan kebaikan dalam keseharian. Ramadhan mengajak kita untuk menata waktu agar tak semua tercurah untuk dunia, tapi porsi utama keringat dan tenaga adalah demi akhirat dan surga-Nya [“Carilah negeri Akhirat pada nikmat yang diberikan Allah kepadamu, tapi jangan lupakan bagianmu dari dunia” : QS. Al-Qasas 77]. Bila Ramadhan telah mengakrabkan kita dengan kebaikan, maka seusai ramadhan pun kita akan tetap terbiasa (tanpa sadar) dalam menghidupkan kebaikan. Seperti anak kecil yang terus dipapah ketika belajar berjalan, namun akhirnya ia bisa berjalan sendiri dan bahkan berlari tanpa menyadari bahwa yang membimbingnya telah berlalu dan berharap lahirnya ketaqwaan, efek Ramadhan (taqwa) bukan pada bulannya, tapi pada bulan dan hari setelah itu senantiasa meramadhonkan secara terus menerus
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ( ١٨٣ )
yang berarti bahwa sekiranya umur kita setelah balik 50 tahun maka perubahan taqwa kita kearah yang lebih taqwa dengan tingkatan ke 50, sehingga menorehkan suatu duka ketika hendak berpisah dengannya dan tidak ingin melewatkan waktu sedikitpun bersama dengan yang dicintai pada hari hari terakhirnya, dimana kita pahami bahwa diakhir malam Ramadhan tidak ada yang membatasi manusia dengan sang pencipta dengan menghindari penyakit "RUBUBIAH" yaitu penyakit merasa mampu, merasa kuat , merasa berkuasa semua diapload melalui sosial media sebagai wujud adanya perasaan kuat dan mampu, jika ada perasaan kuat ( ibadah, tadarrus, amalan lainnya) merasa kurang nyaman jika tidak ada yang mengetahui atau mendengarkan, maka nafsu rububiah langsung menancap di dalam hati.
Di penghujung Ramadhan ini kita perlu mengintropeksi diri, sebelum kesempatan berakhir, esok orang - orang awam bersuka ria sibuk untuk mempersiapkan menyambut datangnya Hari Kemenangan Idul Fitri 1445 H, sementara yang orang yang bijak sadar kepada sang Khaliq duduk bersimpuh di malam hari hingga nampak dosa dosa yang ia lakukan, Karena LAA MAUJUDA ILALLOH (TIADA YANG WUJUD SELAIN ALLAH), maka yang dibanggakan yang Maha Wujud dan Maha Pencipta!, nampak benar di hatinya tertanam perasaan serendah rendahnya (zero mind) akan lumuran dosa yang pernah ia lakukan dan dengan perasaan sedih karna akan ditinggalkan bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah.
Orang-orang yang bertaqwa menyibukkan diri dengan penyesalan sambil berucap “kami penuh dosa ya Tuhan… kami penuh dengan kesalahan ya Allah…” sehingga air mata butir demi butir meleleh di pipi sehingga tidak berkutik di hadapan TuhanNya.
Esok 1 Syawal 1445 H tanggal 10 April 2024 Miladiyah siapa saja bisa berlebaran namun tidak merayakan Idul Fitri, karena yang dapat merayakannya adalah orang orang Muttaqin sebagaimana dalam QS.2;85.
Laporan | : | Amran |
Editor | : | Ruslan Amrullah |