Senin, 02 Mei 2022 - 21:41 WIB
Ilustrasi pernikahan secara Islami
Artikel.newss, Makassar - Saat Lebaran tiba biasanya orang bersilaturahmi dengan sanak keluarga di kampung halaman.
Dalam silaturrahmi tersebut, orang-orang akan bertemu dengan saudara yang sudah lama tak bersua.
Tak jarang, muncul rasa ketertarikan atau menaksir saudara sepupu sendiri, yaitu anak dari saudara ayah atau ibu.
Lalu jika tertarik dan ingin menikah dengan saudara sepupu, bagaimana hukumnya dalam agama Islam?
Dilansir dari jpnn.com, Senin (2/5/2022), hal itu coba dijawab oleh Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Syamsul Hidayat dalam sebuah kajian di Universitas Muhammadiyah Surakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Syamsul, tidak ditemukan nash-nash baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah yang sahih tentang larangan menikahi saudara sepupu.
“Dalam fatwa tarjih tentang menikahi saudara sepupu itu dibolehkan karena tidak terdapat larangannya di Al-Quran maupun As-Sunah al-Maqbulah,” kata Syamsul, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Dalam Al-Qura'an dan sunah nabi, ada beberapa jenis pernikahan yang dilarang karena hubungan calon pengantin yang termasuk mahram atau terlarang untuk menikah.
Ketentuan itu terdapat dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 3, 22, 23, dan 24, surah Al-Baqarah ayat 228, 230, 234, dan 235, serta surah An-Nur ayat 3.
Syamsul menjelaskan bahwa hubungan mahram yang termaktub dalam ayat-ayat tersebut terbagi menjadi dua jenis, yaitu mahram tahrim mu’abbad dan mahram tahrim muaqqat.
Tahrim mu’abbad ialah halangan perkawinan untuk selamanya karena adanya hubungan keturunan seperti menikahi orang tua kandung sendiri, saudara sepersusuan, dan menikahi janda dari anak kandung sendiri, atau menikahi anak tiri dari istri yang telah dicampuri.
Sedangkan tahrim muaqqat ialah halangan perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam waktu-waktu tertentu saja misalnya sedang dalam masa idah. Namun, jika masa idah telah berlalu, pernikahan itu diperbolehkan.
Syamsul menjelaskan bahwa tahrim muaqqat juga termasuk larangan menikahi istri orang lain karena mereka masih terikat perkawinan yang sah.
Jika perempuan itu sudah bercerai dan sudah melewati masa idah, baru boleh dinikahi.
Jadi, dari dua jenis mahram tersebut, hubungan saudara sepupu tidak termasuk di dalamnya. Dengan begitu, orang tidak dilarang menaksir dan menikah dengan saudara sepupu.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |