Senin, 13 Desember 2021 - 18:02 WIB
Ilustrasi tenaga buzzer
Artikel.news, Jakarta -- Menjelang pemilihan umum (pemilu), tenaga buzzer dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemilu tersebut.
Tujuan buzzer dalam dunia internet cukup vital. Hal itu lantaran penggunaan buzzer untuk tujuan tertentu semakin marak hingga mengundang perdebatan.
Tak sedikit yang blak-blakan, ingin mencari informasi lowongan jadi buzzer. Termasuk gaji bagi orang yang bekerja sebagai buzzer.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (13/12/2021), informasi seputar gaji buzzer di Indonesia pernah diungkap oleh sebuah riset khusus mengenai buzzer yang pernah diterbitkan University of Oxford pada tahun 2019 lalu.
Penelitian ini berjudul "The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation".
Dalam laporan ini disebutkan harga yang dibanderol para buzzer.
Di Indonesia, penggunaan buzzer bersifat kontrak temporer. Artinya, gaji yang didapat juga sesuai dengan nilai kontrak yang disepakati.
Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa buzzer di Indonesia dipekerjakan dengan sistem kontrak temporer dengan nilai antara Rp1 juta-Rp50 juta.
Cara kerja buzzer Indonesia
Kebanyakan buzzer di Indonesia menggunakan cara-cara disinformasi dan media yang dimanipulasi, serta memperkuat konten.
Dalam laporan ini dijelaskan bahwa Indonesia termasuk dalam kategori pemanfaatan tim buzzer berapasitas rendah.
Artinya, praktik ini melibatkan tim kecil yang mungkin aktif selama pemilihan atau referendum, tetapi menghentikan aktivitas sampai siklus pemilihan berikutnya.
"Tim berkapasitas rendah cenderung bereksperimen hanya dengan beberapa strategi, seperti menggunakan bot untuk memperkuat disinformasi. Tim-tim ini beroperasi di dalam negeri, tanpa operasi di luar negeri," tulis penelitian tersebut.
Fungsi buzzer
Adapun secara umum, tipologi perpesanan dan strategi valensi yang digunakan buzzer saat terlibat dalam percakapan dengan pengguna online dilakukan untuk beberapa tujuan.
Pertama, menyebarkan propaganda pro-pemerintah atau pro-partai. Kedua, menyerang oposisi atau melancarkan kampanye kotor.
Ketiga, mengalihkan percakapan atau kritik dari masalah penting. Keempat, memotori pembagian dan polarisasi. Kelima, menekan partisipasi melalui serangan atau pelecehan pribadi.
Dalam penelitian itu, buzzer disebut sebagai pasukan siber, yakni instrumen pemerintah atau aktor partai politik yang bertugas memanipulasi opini publik secara online.
Penelitian ini secara komparatif memeriksa organisasi formal pasukan siber di seluruh dunia dan bagaimana para aktor ini menggunakan propaganda komputasi untuk tujuan politik.
Dalam laporan tersebut, pihaknya memeriksa aktivitas pasukan dunia maya di 70 negara, termasuk Indonesia.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan adanya variasi di berbagai negara mengenai skala dan rentang waktu pemanfaatan tim buzzer.
Di beberapa negara, tim muncul untuk sementara waktu di sekitar pemilihan atau untuk membentuk sikap publik seputar acara politik penting lainnya.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |