Sabtu, 05 Juni 2021 - 19:56 WIB
Moorissa Tjokro
Artikel.news, Jakarta - Moorissa Tjokro adalah lulusan Georgia Institute of Technology dan Columbia University, Amerika Serikat. Dia kini bekerja di kantor pusat Tesla di San Francisco, California, AS.
Di perusahaan pembuat mobil listrik canggih tersebut, Moorissa berposisi sebagai Autopilot Software Engineer atau insinyur perangkat lunak autopilot.
Autopilot adalah salah satu kecanggihan mobil yang telah dikembangkan Tesla sejak lama. Sistem ini membuat mobil yang dikendarai tak perlu lagi sepenuhnya dikontrol sopir, diganti komputer berbasis sensor dan radar yang sanggup mendeteksi, menganalisa, kemudian mengambil keputusan di jalanan.
“Jadi sebagai Autopilot Software Engineer yang kami lakukan mencakup seperti gimana sih mobil itu dapat melihat dan mendeteksi lingkungan sekitar. Kemudian bermanuver ke kanan dan kiri, evaluasi serta testing,” kata Moorissa mengutip pemberitaan VOA Indonesia yang dilansir dari CNN, Sabtu (5/6/2021).
“Ini penting jadi bikin sistem seaman mungkin buat mobil Tesla. Jadi sebelum diluncurkan itu kami selalu testing untuk menghitung risiko-risiko agar semua aman,” tambahnya.
Moorissa tidak bekerja sendiri, ia bersama rekan satu tim bekerja mengembangkan dan meningkatkan sistem kemudi untuk mobil listrik Tesla.
Ia juga terlibat langsung pengembangan sistem full self driving di mobil Tesla, yang merupakan sistem otonom level lima atau level tertinggi yang membuat mobil dapat dikendarai tanpa campur tangan manusia sepenuhnya.
Morissa menuturkan pekerjaan di Tesla ini dianggap paling sulit selama ia berkiprah sebagai insinyur.
“Beberapa minggu lalu saya ditarik untuk bekerja bikin full self driving atau autonomous sistem level lima, jadi kita tidak perlu injak gas atau rem, bisa menikung, terus tidak hanya bisa digunakan di jalan tol saja. Jadi mobilnya kerja sendiri. Dan ini benar-benar susah banget,” katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, profesinya itu juga dikatakan tidak hanya menguras pikiran, melainkan juga waktu. Ia bisa bekerja 60 hingga 70 jam selama sepekan.
“Ya kerja jadi lebih banyak dari jam 10 pagi sampai 12 malam itu biasa. Di tim saya di autopilot 60-70 jam seminggu itu sangat normal,” katanya.
Perempuan kelahiran 1996 ini mengaku sangat menikmati profesinya saat ini. Terlebih sejak kecil ia sudah menyukai dunia ‘berhitung’.
“Aku dari kecil suka matematika dan aljabar dan orang tua pengen aku masuk di tempat lebih sains,” kata dia.
Ia juga mengatakan pekerjaanya kini terinspirasi sang ayah yang seorang insinyur.
“Ayahku, karena dia inspirasi, dia insinyur electric dan entrepreneur. Itu memang penuh tantangan tapi menyenangkan,” katanya.
Pengalaman di bidang engineer tidak hanya di perusahaan Tesla. Ia sudah melanglang buana pada industri yang berkaitan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Ia sudah menjadi asisten pengajar di Georgia Institute of Technology pada tahun 2012-2013 untuk ilmu komputer dan statistik. Kemudian Morrissa menjadi asisten peneliti pada program pangan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2013-2014.(manadopost)
Laporan | : | Jannah |
Editor | : | Ruslan Amrullah |