Rabu, 27 Agustus 2025 - 20:06 WIB
Komisioner KI Pusat Rospita Vici Paulyn (kiri) sekaligus penanggung jawab IKIP 2025 memberikan keterangan pers usai briefing media bersama Wakil Ketua KI Pusat Arya Sandhiyudha di Aula KI Pusat Jakarta, Rabu (27/08/2025)
Artikel.news, Jakarta - Hasil Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2025 yang memotret pelaksanaan KIP 2024 diprediksi turun dan tidak akan mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di angka 76 kategori sedang.
Hal ini disampaikan oleh Komisioner KI Pusat Rospita Vici Paulyn saat memberikan paparan proses penelitian Indeks dalam acara briefing media bersama Wakil Ketua KI Pusat Arya Sandhiyudha di Aula KI Pusat Wisma BSG Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Kegiatan briefing media yang diikuti media nasional dan disiarkan live YouTube official KI Pusat itu dibuka oleh Ketua KI Pusat Donny Yoesgiantoro dengan laporan panitia Sekretaris KI Pusat Nunik Purwanti.
Dalam penjelasan Wakil Ketua KI Pusat Arya Sandhiyudh, pelaksanaan IKIP 2025 dilakukan dengan sangat Spartan karena FGD dilaksanakan selama 17 hari, dimana setiap hari ada dua Pokjada Provinsi yang melakukan presentasi melalui virtual dimana pokjada provinsi melibatkan Komisioner Komisi Informasi Daerah dan unsur eksternal akademisi, media, pelaku bisnis dan/atau NGO.
Untuk itu, ia meyakinkan bahwa meski akan terjadi penurunan hasil Indeks namun kualitas proses penelitian yang melibatkan banyak stakeholder ini sangat baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara Rospita Vici Paulyn selaku penanggungjawab IKIP 2025 menyampaikan bahwa hasil final IKIP akan disampaikan setelah pelaksanaan Forum Nasional Assessment Council (NAC) pada 11 September mendatang.
Menurutnya pelaksanaan IKIP sekarang ini merupakan tahun kelima. Disebutkannya pada 2021 yang lalu diperoleh Nilai IKIP 2021 71.37, IKIP 2022 diperoleh nilai IKIP 74.43, IKIP 2023 diperoleh nilai IKIP 75.40, dan IKIP 2024 diperoleh nilai IKIP 75.65, yang semuanya berada pada kategori sedang.
Hasil IKIP 2024, menempatkan 11 provinsi yang berada pada kategori baik dan dua provinsi yang berada pada situasi buruk dengan skor di bawah 60.
"Untuk IKIP tahun 2025, target RPJMN berada di angka 76, dan hingga saat ini sedang berproses dimana perolehan nilai masih bersifat sementara nilai provinsi dengan bobot 70%," katanya menjelaskan.
Disampaikannya bahwa yang menjadi temuan IKIP kali ini antara lain adanya Retensi Budaya birokrasi terhadap transparansi. Sebagian besar daerah memiliki regulasi/peraturan dan membentuk PPID, namun hanya sebatas peraturan, sementara masih banyak Badan Publik yang memiliki pemahaman yang berbeda dalam memahami norma UU KIP dan aturan turunannya terutama terkait pengecualian informasi.
Kemudian komitmen dari pimpinan Badan Publik juga di nilai banyak yang minim.
Selanjutnya, masih ditemukan Pemohon informasi yang mengalami intimidasi, terutama oleh jurnalis. Di banyak provinsi jurnalis masih mengalami intimidasi dan kriminalisasi karena pemberitaan berkaitan dengan akses informasi dan pengadaan barang dan jasa di beberapa wilayah. Masyarakat dan jurnalis masih kesulitan mengakses informasi anggaran dan lingkungan hidup.
Vici juga menyebutkan minimnya sosialisasi edukasi PPID menyebabkan masih banyak badan publik yang tidak memahami tentang Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, dan PPID yang ada juga belum mengerti tupoksinya terhadap layanan informasi bagi publik.
Dukungan anggaran juga belum memadai dalam pelayanan informasi publik, di sebagian wilayah bahkan hanya sekedar memenuhi amanat UU KIP.
Hal lain juga kurangnya literasi bagi publik, sehingga kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam memperoleh, menggunakan, dan mengawasi informasi yang disediakan oleh badan publik masih sangat minim.
Temuan data fakta ini, menurutnya, memberikan kontribusi kemungkinan turunnya nilai IKIP 2025.
Bersamaan dengan itu ia juga menjelaskan beberapa hal yang menjadi tantangan dalam implementasi UU KIP: UU ITE menghambat diskursus publik berkenaan dengan kebijakan publik; Kualitas dan komitmen Lembaga informasi publik (termasuk komisi-komisi informasi daerah) masih perlu ditingkatkan; masih ada kecenderungan pembatasan informasi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU KIP; Sarana teknologi tidak merata; akses pada informasi warga tidak merata.
Anggaran dan kualitas bagi promosi Keterbukaan Informasi Publik yang sangat terbatas; literasi terkait Keterbukaan Informasi Publik dan Hak Untuk Tahu bagi masyarakat yang nyaris tidak dilakukan; serta edukasi keterbukaan tata Kelola yang masih kurang, dan sangat perlu ditingkatkan seperti: pelatihan bagi PPID dan/atau petugas layanan informasi publik karena menyebabkan tidak semua pejabat/PPID memahami dengan benar mana informasi yang wajib dibuka, mana yang dikecualikan. Akibatnya, ada informasi yang seharusnya terbuka justru ditutup, dan sebaliknya.
Ia berharap, ke depan agar masyarakat luas termasuk media pers dan CSO dapat semakin terlibat dalam perumusan kebijakan dengan memanfaatan informasi publik yang benar.
Meningkatkan kapasitas pejabat pemerintah dalam menyebarkan informasi publik secara berkesinambungan.
Mendorong badan-badan publik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota sampai ke Desa semakin terbuka dan responsif terhadap kebutuhan/kepentingan masyarakat dalam mengartikulasi kepentingannya dengan informasi publik yang akurat.
Meningkatkan kesadaran masyarakat sipil untuk mengakses, mengolah dan menggunakan informasi publik untuk hidup bersama yang menghargai nilai-nilai keanekaragaman.
Serta memperkuat keterbukaan institusi dan pelaksanaan UU KIP khususnya di daerah Timur Indonesia.
Laporan | : | Karel |
Editor | : | Ruslan Amrullah |