Selasa, 30 Januari 2024 - 13:58 WIB
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Parepare, turut memberi perhatian terhadap kasus dugaan penganiayaan seorang anak santri tahfidz oleh pembina tahfidznya di salah satu pondok tahfidz di Parepare.
Artikel.news, Parepare -- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Parepare, turut memberi perhatian terhadap kasus dugaan penganiayaan seorang anak santri tahfidz oleh pembina tahfidznya di salah satu pondok tahfidz di Parepare.
Meski pondok tahfidz ini tidak berada dalam lingkungan Kementerian Agama Parepare, dan tidak terlapor di Disdikbud, namun Disdikbud tetap mengatensi kasus kekerasan anaknya.
Kepala Disdikbud Parepare, HM Makmur menegaskan, kekerasan terhadap anak dalam bentuk adapun apakah di satuan pendidikan (sekolah), pondok pesantren, termasuk di pondok tahfidz tetap tidak dibolehkan.
"Jadi kami sudah koordinasi dengan Kemenag, pondok tahfidz ini tidak terdaftar di Kemenag, bukan juga TPA, tapi murni pondok tahfidz yang dibina oleh Pemerintah Kota melalui Bagian Kesra. Yang mengajari para santri tahfidz disebut pembina tahfidz, bukan guru reguler seperti pada umumnya. Sehingga memang tidak memiliki bekal pengetahuan layaknya guru pada umumnya," ungkap Makmur yang dihubungi Selasa (30/1/2024).
Namun Makmur menekankan, tindak kekerasan dalam bentuk apapun termasuk di pondok tahfidz tetap tidak diperbolehkan. Karena itu, Makmur akan turun ke pondok tahfidz tersebut, bertemu dengan para pembina tahfidz untuk memberi pencerahan dan mengedukasi agar kasus serupa tidak terulang lagi.
"Saat ini pondok tahfidz itu diliburkan, para santri dipulangkan ke rumahnya masing-masing. Tapi kami sudah koordinasi Bagian Kesra, agar diberikan waktu bertemu dengan para pembinanya untuk diberi pencerahan dan edukasi bahwa tindak kekerasan kepada anak sama sekali tidak dibolehkan. Dan kami harap kasus seperti ini tidak terulang lagi," tegas Makmur yang juga Ketua PGRI Parepare.
Dewan Pendidikan Kota (DPK) Parepare, juga bereaksi terkait kasus ini. Ketua DPK Parepare, Dr Parman Parid yang dihubungi terpisah, mengemukakan, bahwa prinsipnya DPK tidak mentolerir adanya kekerasan fisik di lingkungan sekolah.
Ke depan DPK akan mengajak Kementerian Agama (Pendais) dan Disdikbud untuk melakukan sosialisasi Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
"Jangka pendek DPK dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan dengan Kepala Kantor Kementerian Agama untuk membahas penyamaan pemahaman ruang lingkup terkait upaya pencegahan, penanggulan dan sanksi sesuai dengan Permen tersebut," kata Parman.
Di samping kekerasan fisik, fisikis atau daring, Permendikbud sudah sangat jelas merinci tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan tercantum dalam pasal 6, ada 10 item yang perlu diperhatikan, mulai dari peserta didik, pendidik, tendik, orang tua/wali, komite sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Laporan | : | Wahyu |
Editor | : | Ruslan Amrullah |