Jumat, 01 Agustus 2025 - 12:26 WIB
Presiden Prabowo Subianto.(Foto: ksp.go.id)
Oleh : Drs. Karel Salim - Mantan Asisten Ahli KI Pusat
Pemerintahan yang baru selalu membawa kebijakan dan pendekatan hukum yang mencerminkan visi dan misi pemimpinnya. Salah satu instrumen hukum yang menjadi sorotan adalah pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden.
Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto diharapkan menggunakan kewenangannya secara bijaksana untuk mewujudkan prinsip hukum yang berkeadilan, bukan semata-mata hukum yang prosedural.
Abolisi dan Amnesti dalam Sistem Hukum Indonesia
Secara konstitusional, Pasal 14 UUD 1945 memberikan Presiden hak prerogatif untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (untuk grasi dan rehabilitasi) dan DPR (untuk amnesti dan abolisi).
Dengan demikian Amnesti yang diberikan kepada Hasto Kristiyanto adalah penghapusan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang atas tindak pidana tertentu, biasanya yang bersifat politis.
Sementara Abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong merupakan penghentian proses hukum atau penghapusan tuntutan pidana atas suatu perbuatan sebelum perkara diputus pengadilan.
Keduanya adalah sarana hukum yang bersifat luar biasa, digunakan dalam situasi tertentu untuk menjaga kepentingan umum, rekonsiliasi nasional, atau stabilitas politik.
Dalam hal ini penulis menilai Presiden Prabowo telah menjalankan Pendekatan Hukum Berkeadilan
Dengan empat pendekatan logis sebagai bentuk penegakan hukum yang diatur undang-undang, pertam Kepedulian terhadap keadilan substantif, bukan hanya legalistik. Misalnya, dalam kasus-kasus pelanggaran hukum yang bermuatan politik atau bersifat represif terhadap kebebasan berpendapat.
Kedua Rekonsiliasi nasional, terutama terhadap tokoh atau kelompok yang selama ini dikriminalisasi atau menjadi korban ketidakadilan hukum.
Ketiga Pemulihan hak-hak sipil, misalnya untuk aktivis, jurnalis, atau masyarakat adat yang dikriminalisasi karena memperjuangkan keadilan sosial dan lingkungan.
Dan keempat Percepatan rekonsiliasi pasca-polarisasi politik yang tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Meski demikian, pemberian abolisi dan amnesti harus tetap memperhatikan:
Asas keadilan bagi korban: Jangan sampai amnesti diberikan kepada pelaku pelanggaran HAM berat tanpa proses pengungkapan kebenaran dan pemulihan bagi korban.
Keterbukaan publik: Proses pemberian amnesti dan abolisi harus disampaikan secara transparan agar tidak dianggap sebagai impunitas atau barter politik.
Pertimbangan lembaga terkait: DPR dan institusi penegak hukum harus dilibatkan secara aktif, sehingga keputusan presiden tetap dalam koridor checks and balances.
Pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden Prabowo, jika dilakukan secara tepat, proporsional, dan transparan, bisa menjadi bentuk hukum yang berkeadilan.
Lebih dari sekadar kebijakan politik, ini bisa menjadi langkah besar menuju rekonsiliasi nasional, pemulihan kepercayaan publik terhadap hukum, dan penegakan hak asasi manusia yang sejati. Namun, keberanian moral dan keteguhan politik sangat dibutuhkan agar langkah ini tidak disalahgunakan atau dipolitisasi.
Laporan | : | Karel |
Editor | : | Ruslan Amrullah |