Selasa, 29 April 2025 - 21:49 WIB
Pemerintah Kota Parepare melalui Dinas Tenaga Kerja menggagas hadirnya Koperasi Kelurahan/Desa (Kopkel/Kopdes) Merah Putih di setiap Kelurahan di Kota Parepare, dengan melakukan rapat koordinasi bersama camat, dinas, Gapoktan, serta Dekopinda.
Sebuah Tinjauan Oleh: H Amran
Dewan Pakar Dekopinda Kota Parepare
Pemerintah Kota Parepare melalui Dinas Tenaga Kerja menggagas hadirnya Koperasi Kelurahan/Desa (Kopkel/Kopdes) Merah Putih di setiap Kelurahan di Kota Parepare, dengan melakukan rapat koordinasi bersama camat, dinas, Gapoktan, serta Dekopinda.
Dalam pertemuan tersebut beredar isu bahwa anggaran untuk modal awal pembentukan Kopdes Merah Putih berasal dari APBN dan APBD senilai Rp5 miliar.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), yang mengungkapkan bahwa anggaran untuk Kopdes Merah Putih ini berasal dari APBN atau akan menggunakan APBD Perubahan yang akan diusulkan pada Mei 2025.
Kota Parepare sangat bergantung fiskal terhadap pemerintah di mana pengelolaan APBD sangat bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat.
Kota parepare yang sedang menyikapi efisiensi anggaran mungkin tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memberikan modal kepada Kopdes (Kel).
Belum lagi pengangkatan ASN & PPPK yang hampir menyedot dana APBD kurang lebih 50%.
Jika Pemerintah Kota Parepare tidak dapat memberikan modal yang cukup kepada Kopkel, maka Kopkel tidak dapat berkembang dan tidak akan memberikan manfaat, sehingga Kopkel akhirnya mencari sumber modal lain, seperti pinjaman dari bank atau investor, tentu dapat meningkatkan risiko sistemis jika bank dipaksakan untuk ikut mendanai.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan Kopkel di Kota Parepare antara lain:
1. Kemampuan APBD Parepare sejumlah Rp956 miliar memiliki keterbatasan anggaran yang harus dialokasikan untuk berbagai program populis Wali Kota serta kegiatan-kegiatan lain. Pemerintah harus memprioritaskan alokasi anggaran untuk program dan kegiatan yang paling penting dan berdampak besar bagi masyarakat. Misalnya, kesehatan, pendidikan dan peristiwa yang sifatnya force majeur. Jika APBD sudah tidak mencukupi karena sudah dibuat modal untuk koperasi, lalu bagaimana menyikapinya haruskah menunggu dana dari pusat sementara korban sudah sangat emergency.
2. Pembentukan 22 Kopkel/Kopdes di Kota Parepare memerlukan biaya yang besar, termasuk biaya penerbitan badan hukum, pembangunan infrastruktur, pelatihan, dan pendampingan. Pembangunan Kopdes juga memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan terlatih untuk mengelola dan mengembangkan Kopdes.
3. Akses Kopkel terhadap pasar dan jaringan bisnis. Juga tidak kalah pentingnya menjadi bahan pertimbangan Wali Kota dalam upaya merealisir Kopkel Merah Putih.
Pembentukan 22 Kopkel di Kota Parepare tentu juga akan menyisakan risiko risiko dan tantangan seperti:
1. Risiko Kegagalan
Pembentukan Kopkel yang tidak seimbang dengan kemampuan APBD dapat menyebabkan risiko kegagalan program dan sangat kental dengan moralitas. Itu sudah banyak pengalaman terjadi di masa lalu.
2. Implementasi program pembentukan Kopdes juga dapat menghadapi sejumlah tantangan, seperti kurangnya infrastruktur, sumber daya manusia yang tidak memadai, dan saya yakin dalam pemilihan kepengurusan masih diberlakukan “like-dislike” bukan bukan kompetensi bisnis.
Secara keseluruhan, perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam untuk mengetahui kemampuan APBD dalam mendukung pembentukan 22 Kopkel dan mengidentifikasi potensi risiko dan tantangan yang mungkin dihadapi.
3. Pengelolaan koperasi yang tidak profesional, tidak transparan, dan tidak akuntabel, seperti kemampuan managemen koperasi, kurangnya partisipasi anggota, kurangnya managemen keuangan dan kurangnya pengembangan bisnis koperasi dapat menyebabkan kegagalan koperasi. Selain itu, kurangnya kemampuan manajemen. Kurangnya kemampuan manajemen koperasi dalam mengelola usaha dan keuangan juga dapat menyebabkan kegagalan koperasi.
4. Ketergantungan pada pemerintah. Koperasi yang terlalu bergantung pada Pemerintah Kota dalam hal pendanaan dan dukungan dapat menyebabkan kegagalan koperasi jika pemerintah daerah tidak dapat memberikan dukungan yang memadai.
5. Kurangnya infrastruktur yang memadai di daerah dapat menyebabkan kegagalan koperasi dalam mengembangkan usahanya. Selain itu, perubahan geo ekonomi seperti tranformasi digitalisasi sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Di mana jaringan distribusi digital dikuasai oleh pihak asing yang berdampak penyebab kegagalan Kopkel dalam mengelola usaha.
Upaya merealisasikan program Presiden ke-8 Prabowo disarankan:
1. Pelaku Kopkel, UMKM, dan masyarakat bertranspormasi menggunakan sebuah aplikasi AJPAR karya original Putra Kota Parepare sebagai pendatang baru bagi yang berpikiran maju. Sekali download untung berkali kali atau setiap digunakan pasti menghemat keuangan. Jangan gunakan jika tidak untung. Dilengkapi dengan fitur & menu terlengkap seperti layanan trsnsportasi, layanan multy biller (ppob) layanan transaksi keuangan & perbankan, layanan grosir, layanan merchant (barang & jasa), penjualan barang second, tanah kavling, rumah, kost, layanan market place dalam negeri akan di-up date akhir April. Saat ini sementara pengujian pada playstore. Ajpar hadir untuk menstabilisasi harga dan sebagai penyanggah mengalirnya dana keluar, sekaligus membantu UMKM naik kelas.
2. Mereposisi koperasi yang telah berpengalaman bertahan dengan berbagai terpaan badai krisis ekonomi, dan sudah memiliki infrastruktur menagerial , pengalaman seperti KUD Bacukiki, Koperasi Konsumsi Aneka Jasa, dan lain-lain. Tentu dalam waktu yang kasif ini toleransi (12 Juli 2025) Kota Parepare akan mampu memenuhi daya serap tertinggi di Sulsel dalam merealisasikan Kopdes/Kopkel sebagai program pemerintah pusat.
Laporan | : | Amran |
Editor | : | Ruslan Amrullah |