Jumat, 04 Februari 2022 - 18:54 WIB
Lasri dan anaknya Nur Kholifah yang jadi korban perdagangan orang di Malaysia.(foto: BBC Indonesia)
Artikel.news, Jakarta - Sungguh miris nasib yang dialami oleh ibu dan anak bernama Lasri dan Nur Kholifah. Mereka jadi korban tindak pidana dan perdagangan orang (TPPO) lalu harus kerja paksa di Malaysia tanpa mendapatkan gaji.
Mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga sejak tahun 2019 dan tak menerima gaji. Selain itu, keduanya bekerja tanpa jam kerja yang jelas.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia pun menyesalkan hal ini dan berharap ada penindakan hukum yang tegas terhadap para pelaku TPPO.
Direktur Pelindungan Warga Negara Kemlu Judha Nugraha, berharap jika kasus dugaan TPPO yang menimpa Lasri dan anaknya Nur Kholifah di Malaysia, tidak lagi terulang.
Dengan banyak kasus yang sebenarnya tidak terungkap ke publik, Kemlu berharap di Indonesia dan Malaysia bisa menciptakan ruang seaman mungkin bagi pekerja migran.
“Sekali lagi, ini fenomena gunung es, jadi yang perlu kita lakukan adalah bagaimana kedua negara bisa menciptakan koridor aman bagi proses penempatan pekerja migran, khususnya sektor domestik sehingga tidak menjadi korban tindak perdagangan orang,” kata Judha saat Brief Kemlu RI yang digelar secara daring, dikutip dari Tempo.co, Jumat (4/2/2022).
Untuk kasus serupa yang dialami ibu dan anak asal Rembang, Jawa Tengah itu, Kemlu mendorong penindakan hukum yang tegas terhadap pelaku-pelaku yang memberangkatkan pekerja migran ke Malaysia dengan modus perdagangan orang.
Di sisi lain, Kemlu mendesak pemerintah Malaysia juga melakukan tindakan yang tegas kepada majikan-majikan yang mempekerjakan pekerja Indonesia yang berstatus tanpa berkas sesuai UU Imigrasi Malaysia tahun 1959.
Solusi lain, Kemlu menantikan MoU Pekerja Migran Indonesia (PMI) segera disepakati oleh Malaysia. “Yang kami harapkan MoU antara Indonesia dan Malaysia benar-benar bisa jadi solusi untuk memberikan jalur aman bagi migrasi pekerja kita,” ujar Judha.
Judha menyampaikan jika sampai saat ini Indonesia belum sama sepakat dengan Malaysia soal MoU PMI. Rencana tanda tangan pada 7 Februari nanti, sebagaimana disampaikan pihak Malaysia, mungkin tidak bisa dilaksanakan karena masih ada pending issue yang menunda kata mufakat untuk kedua negara.
“Kami juga meminta Malaysia menghapus sistem maid online, ini adalah direct hiring yang melewatkan UU No.18 tahun 2017, sehingga pekerja migran sektor domestik berangkat ke malaysia tanpa melalui prosedur yang benar sesuai undang-undang. Kami juga meminta Malaysia untuk menghapus proses pengurusan visa yang dilakukan di Indonesia, yang membebani pekerja migran dengan biaya yang tinggi,” jelasnya.
Selain itu, Indonesia juga meminta penghapusan konversi My Travel Paass (visa kunjungan) menjadi visa kerja, yang dinilai berpontensi jadi pintu masuk korban-korban trafficking in person dan juga forced labour.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |