Rabu, 01 Februari 2023 - 17:20 WIB
Kementerian Sosial turun tangan menindaklanjuti kasus kekerasan fisik dan seksual terhadap 8 santri yang terjadi di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.(Foto: Hi! Pontianak)
Artikel.news, Kubu Raya - Kementerian Sosial turun tangan menindaklanjuti kasus kekerasan fisik dan seksual terhadap 8 santri yang terjadi di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Menteri Sosial, Tri Rismaharini, memberikan perhatian serius dan mengutus tim khusus, yang terdiri dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, Sentra "Antasena" Magelang, dan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Bandung untuk merespons kasus yang menimpa 8 anak ini.
Dipimpin Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi, tim mendatangi kediaman korban beserta keluarga untuk melakukan asesmen mendalam.
"Kami datang untuk membantu anak-anak dan orang tua agar mereka dapat mengatasi masalah fisik, psikologis dan masalah interaksi sosial yang timbul sebagai dampak dari kekerasan seksual ini" kata Kanya, dilansir dari Hi! Pontianak, Rabu (1/2/2023),
Lebih lanjut, Kanya juga menjelaskan, pihaknya akan menggandeng aparat penegak hukum dan pihak lainnya, untuk memastikan jalannya proses hukum, dan terpenuhinya hak anak dalam mendapatkan pendidikan.
Pada kesempatan yang sama, Kanya berbincang dengan ibu dari salah satu korban. Ia memberikan penguatan serta mengucapkan terima kasih kepada ibu korban, yang telah mempercayai dan tidak menyangkal cerita korban.
"Terima kasih telah percaya cerita dari anak-anak Ibu, yang penting bagi anak adalah bagaimana bisa menerima dan tidak menyangkal cerita anak. Karena dengan menyangkal akan melukai anak,” terangnya.
Dalam merespons kasus ini, Kementerian Sosial telah melakukan asesmen, hipnoterapi, konseling dan penguatan keluarga terkait pengasuhan anak. Selain itu pihaknya juga mengajarkan anak teknik stabilisasi emosi sehingga dapat meredakan kecemasan, rasa malu dan takut agar bisa bangkit menghadapi masa depan.
Tidak berhenti sampai di situ, Kementerian Sosial turut bekerja sama dengan psikolog di kota Pontianak untuk melakukan sesi terapi berkelanjutan sebagai bentuk pendampingan dan penguatan terhadap korban beserta keluarga. Dengan melakukan hal tersebut diharapkan korban tidak akan menjadi pelaku di masa depan.
Sebagai bagian dari hasil asesmen Kementerian Sosial menyerahkan bantuan kepada para korban berupa sembako, nutrisi, perlengkapan sekolah dan kebutuhan anak lainnya dengan total senilai Rp14 juta.
Selain mengalami kecemasan dan ketakutan, anak-anak tersebut juga dihadapkan dengan masalah kelangsungan pendidikannya.
Ibu korban menjelaskan bahwa anaknya memilih untuk tidak melanjutkan pembelajarannya di lembaga pendidikan agama tersebut.
“Kemarin saya sempat nanya, katanya mau sekolah di dekat rumah saja,” kata ibu korban.
Selain menceritakan bagaimana kronologi masuknya korban ke lembaga pendidikan agama hingga terjadi kasus kekerasan seksual, ibu korban juga mencurahkan perasaannya.
Ia juga mengungkapkan hingga saat ini, dia hanya bisa mendengarkan dan mendukung apapun keputusan anaknya.
Setelah mendengarkan berbagai cerita tersebut, Kanya menyampaikan rasa terima kasih kepada ibu korban yang telah kuat mendengarkan cerita anaknya dan mendampingi serta mendukung keputusan anaknya untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan yang lain.
"Terima kasih sudah menjadi sandaran yang hebat untuk anak ibu, karena pasti berat. Ibu memberikan kesempatan kepada anak, tidak mendesak dan mendukung mereka,” paparnya.
Sayangnya perpindahan sekolah tersebut tidak dapat dilakukan dengan mudah karena lembaga pendidikan agama tempat mereka menuntut ilmu belum mendapatkan izin operasional. Dan saat dikunjungi kondisi sarana dan prasarananya sangat memperihatinkan.
Mengetahui hal itu, Kanya langsung mengambil tindakan dengan mengunjungi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Di sana ia bertemu dengan Kepala Seksi Pendidikan Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kubu Raya, Muhammad Amin dan menanyakan kejelasan status operasional lembaga pendidikan agama yang menjadi tempat kejadian perkara.
Amin menegaskan bahwa pihaknya akan tetap memproses izin operasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memberikan catatan. Untuk selanjutnya ia menyerahkan kepada pusat sebagai pengambil keputusan terakhir.
"Lembaga ini sudah mengajukan izin dari bulan November 2022 namun hingga saat ini belum mendapatkan izin operasional karena untuk mendapatkan izin tersebut harus melalui tahapan yang sangat ketat. Ke depannya kami akan melakukan visitasi ke lapangan dan memberikan pertimbangan rekomendasi karena keputusan perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku tetap dari pusat,” tegasnya.
Selain itu, Kanya juga memastikan dukungan Kementerian Agama terhadap hak anak dalam mendapatkan pendidikan tetap terpenuhi. Pasalnya lembaga pendidikan agama yang belum mendapatkan izin operasional dapat menghambat kelanjutan pendidikan para korban.
"Nanti jika ada yang ingin melanjutkan ke tsanawiyah, Insya Allah kami siap bantu,” ujar Amin.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |