Jumat, 04 Juni 2021 - 15:25 WIB
ilustrasi hasil pemeriksaan Covid-19. (Istimewa).
artikel.news, Makassar--Sejumlah potensi kerugian negara dalam penanganan pandemi Covid-19 di Pemprov Sulsel ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan anggaran yang diselewengkan itu tertuang dalam LHP nomor 65/LHP/XIX,MKS/12/2020.
Dalam temuan itu, ada beberapa yang menjadi catatan dalam temuan tersebut. Mulai dari adanya kelebihan pembayaran pada pengadaan fasilitas di RS Sayang Rakyat, belanja di luar biaya akomodasi pada hotel wisata covid, pengadaan bantuan sembako yang tak sesuai ketentuan, data warga penerima bantuan yang tak jelas dan tak tepat sasaran, hingga penggunaan sumbangan dari pihak ketiga yang tak dilaporkan realisasinya.
Sementara, Hasil Penilaian terhadap Proses Pengadaan Barang dan Jasa Bidang Kesehatan BPK menemukan kelebihan pembayaran Sebesar Rp808.789.050,98 untuk belanja rehabilitasi gedung perawatan pasien Covid-19 dan belanja pembangunan gedung skrining di Rumah Sakit Sayang Rakyat.
Ketidaksesuaian perhitungan harga yang tertinggi terdapat pada pekerjaan Lantai Vinyl (Koridor dan Ruang Perawatan) sebesar Rp423.244.152,29. Kelebihan pembayaran ini terjadi dikarenakan kesalahan penginputan harga ongkos kirim Vinyl di RAB sebesar Rp55.000,00 perkilonya, dimana harga ongkos kirim yang sebenarnya adalah Rp5.500,00.
Selain itu juga terjadi kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp92.886.956,04 pada pekerjaan Vinyl dan Capping, serta Kelebihan Pembayaran pada Pembangunan Gedung Skrining Sebesar Rp59 juta.
Dikonfirmasi ke Direktur Rumah Sakit (RS) Sayang Rakyat, Haeriyah mengatakan soal kelebihan pembayaran tersebut bukan kesalahannya, melainkan kontraktor. Sehingga pihak yang bertanggungjawab melakukan pengembalian adalah Kontraktor.
Ia juga menyebut bahwa pengerjaan gedung infection Centre itu tanpa melalui proses lelang, ini dibolehkan karena berhubungan dengan pandemi Covid-19.
“Itu sudah ditangani BPK, sudah keluar LHPnya. Kan sudah dikerjakan kemudian dibayar, kami didampingi APIP saat itu berlangsung. Tapi menurut BPK ada kelebihan, makanya harus ada pengembalian dana. Itu sementara dikembalikan (kontraktor),” kata Haeriyah kepada awak media, Jumat 4 Juni 2021.
Selain itu, BPK juga menemukan masalah lain dalam pelaksanaaan penanganan pandemi. Hal itu terlihat dari bukti pertanggungjawaban atas pengadaan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tidak lengkap. Contohnya pengadaan makan dan minum untuk tim yang bekerja menangani Covid-19 hanya dipesan melalui pesan whatsapp.
Total pembayaran makan minum yang dibayarkan tanpa bukti pemesanan dimulai bulan April hingga Oktober sebanyak Rp353 juta.
Pengadaan APD juga tidak sepenuhnya mempertimbangkan sumbangan dari pihak ketiga. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dalam pengadaan APD, KPA Dinas Kesehatan selaku PPK tidak melakukan koordinasi dengan OPD/Posko yang menerima sumbangan berupa APD, sehingga sumbangan APD yang diterima tidak dipertimbangkan dalam perhitungan identifikasi kebutuhan.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ichsan Mustari mengatakan sudah melakukan perbaikan atas laporan-laporan pertanggungjawaban tersebut. “Itu sudah kami jalankan, intinya soal laporan pertanggungjawabannya aja yang harus diperbaiki,” ujar Ichsan.
Sementara pengadaan makan/minum dan pengadaan jasa akomodasi untuk Program Wisata Duta Covid menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan tidak dilengkapi dengan kontrak atau surat perjanjian kerja antara pihak hotel dan BPBD.
Penunjukan hotel berdasarkan SPPBJ tidak dilengkapi informasi yang memadai antara lain tidak ada waktu rencana penyelesaian pekerjaan dan tata cara pembayaran. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) terkait jumlah pemesanan kamar hanya disatukan berupa paket pekerjaan tidak dirinci jumlah penggunaan kamar.
Selain itu, dokumen pertanggungjawaban keuangan untuk pengadaan hotel tidak dilengkapi dengan berita acara perhitungan bersama yang menjadi dasar dalam pembuatan berita acara serah terima. Penunjukan hotel tidak dilengkapi informasi yang memadai antara lain tidak ada waktu rencana penyelesaian pekerjaan dan tata cara pembayaran.
Juga ditemukan pembayaran belanja lainnya di luar akomodasi hotel sebanyak Rp21 juta.
Selanjutnya, soal bantuan sosial yang ditangani oleh tiga OPD, Dinas Sosial, DPRD Sulsel, dan Badan Penghubung, oleh BPK dianggap mekanisme pemberian bantuan sembako tidak sesuai ketentuan. Selain itu pengadaannya tidak didukung dengan bukti kewajaran harga.
Sementara itu, Plt Kepala Inspektorat Sulsel, Sulkaf S Latief mengakui adanya beberapa temuan administrasi terhadap penanganan covid-19 di Sulsel. Kata dia rekomendasi perbaikan dari BPK masuk sekitar Maret lalu, sebelum dirinya menjabat Plt Insepektorat.
Sulkaf bilang masih sedang melakukan perampungan data soal tindaklanjut rekomendasi tersebut. Ada beberapa OPD yang telah menyelesaikan rekomendasi termasuk Dinas Sosial, adapula yang belum seperti Dinas Kesehatan dan RS Sayang Rakyat.
“Lagi saya kumpulkan datanya, sudah ada beberapa yang ditindak lanjuti, sudah ada OPD yang selesai, tapi ada juga yang belum. Itu lagi saya buat laporannya ke wagub,” ujar Sulkaf.
"Adapun batas tindak lanjut dari rekomendasi BPK berlaku 2 kali 30 hari atau dua bulan. Hingga kini belum ada upaya paksa kepada OPD terkait, padahal batas waktunya sudah melampaui tiga bulan," imbuhnya.(*)
Laporan | : | Adi Ganteng |
Editor | : | Supriadi |